Berganti Nomer, Ponsel Tetap Bisa Dilacak
SADAP-MENYADAP informasi atau pembicaraan sebenarnya sudah lama berlangsung. Hanya saat ini praktik itu didukung oleh peranti canggih, sebagaimana dilakukan KPK yang menyadap rekaman pembicaraan lewat ponsel antara Anggodo dan lawan bicaranya yang disebut-sebut sebagai institusi penegak hukum.
Pada zaman dulu, di medan pertempuran, media komunikasi yang harus mendapat pengamanan ekstra adalah radio komunikasi.
Pasalnya cara kerja radio komunikasi pada saat peperangan terjadi masih menggunakan frekuensi radio, yang terbuka untuk umum sehingga sangat berisiko disadap musuh. Hal ini disebabkan oleh gelombang suara yang bisa ’’meluber” ke mana-mana.
Lalu apakah telepon kabel/ tetap (fixed line) lebih aman, dalam arti antisadap? Ternyata tidak sebab penyadapan tetap dapat dilakukan, bahkan caranya relatif lebih mudah. Kita tinggal melakukan tapping atau melekatkan kabel guna menangkap sinyal suara yang dirambatkan pada kabel.
Terkait dengan kasus rekaman pembicaraannya Anggodo, perkembangan teknologi saat ini memang memungkinkan melakukan penyadapan telepon sebagai alat bukti dalam persidangan.
Di Indonesia, hal itu sudah diatur dalam UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang diundangkan pada 11 April tahun lalu.
Semua bukti elektronik yang dipakai sebagai alat bukti ini harus memenuhi syarat-syarat dalam undang-undang. Seperti, cara memperolehnya, status hukumnya, dan siapa yang melakukan (penyadapan), harus jelas asal-usulnya.
Mengenai teknologi alat sadap itu, secara ilmiah disebut cellular digital interceptor (CDI). Melalui ponsel yang memungkinkan mobilitas tinggi, teknologi penyadapan pun merambah ke dunia peranti mobile, yaitu dengan memanfaatkan rambatan sinyal ponsel di udara.
Sistem intersepsi digital pada ponsel ini ditemukan dan telah dipatenkan pada 1 Januari 2002 oleh Peter Suprunov di Amerika Serikat (AS).
Teknologi yang digunakan KPK dalam melakukan aksi sadap terbilang canggih. Lembaga itu lewat daftar isian proyek tahun 2005 membeli alat sadap jenis portabel A (laptop dan receiver) seharga Rp 1,512 miliar, jenis B Rp 5,25 miliar, dan jenis C Rp 4 miliar. Kemudian satu unit LID monitoring centre (LID MC) seharga Rp 17,31 miliar.
Alat penyadap tersebut dinamakan audio telecommunication international systems (ATIS) Gueher, buatan Jerman, ditambah beberapa kelengkapannya. KPK juga memiliki peralatan firing buatan AS dan macro system buatan Polandia.
ATIS merupakan generasi terbaru dari instant recall recorders (IRC) yang dapat dikoneksikan ke dalam audio source berupa telepon tetap atau ponsel GSM/ AMPS/ CDMA.
Alat itu mampu merekam dan menyadap seluruh komunikasi suara dengan kapasitas aktif lebih dari 680 menit dan 1.000 panggilan yang berbeda.
Kompresi algoritma (rancangan program komputer) yang ada di dalam ATIS telah memperbesar kapasitas penyimpanan dan kualitas suara yang cukup jernih.
Dengan menggunakan koneksi telepon, ATIS dapat mengidentifikasi penelepon, waktu percapakan terjadi dan nomor penelepon melalui RS 232 link built-in.
Seseorang bisa saja gonta-ganti nomor ponsel, tetapi jika dia masih menggunakan ponsel yang sama, tetap saja bisa tersadap karena international mobile equipment identity (IMEI)-nya sudah terekam oleh sistem.
Alat ini memang canggih. Begitu nomor disadap, dia langsung merekam mesin ponselnya, termasuk posisi geografisnya pun bisa dilacak.
Jika posisinya telah terlacak, petugas lain akan mendatangi lokasi target sambil membawa unit yang lebih portabel. Penyadapan tentu tidak bisa berlaku surut. Pembicaraan-pembicaraan sebelum seseorang disadap tidak bisa dideteksi.
Jadi, saat ini sadap-menyadap ponsel bukanlah teknologi yang sama sekali baru.
Asalkan punya uang, orang bisa membeli secara bebas alatnya, yang banyak ditawarkan di internet atau di pertokoan Glodok dan Roxy Jakarta.
Sebuah situs web iklan di internet, menawarkan alat sadap bernama Reuven-GSMSL, yang disebutkan bisa menyadap telepon, faksimile, panggilan data untuk rumah, kantor, atau instansi.
Selain itu mampu merekam dan mentransfer hasil rekaman secara real-time melalui jaringan GSM kepada nomor lain, baik itu ponsel ataupusat monitoring. Alat itu mudah dioperasikan dan dapat di-setting jarak jauh dengan men-dial nomor GSM yang telah dimasukkan ke dalam perangkat tersebut.
Jika kita tidak bisa membeli apat penyadap, apakah kita bisa meminta data pembicaraan melalui operator ponsel? Jawabnya: tidak bisa.
Soalnya berdasarkan UU Telekomunikasi No 36 Tahun 1999 disebutkan bahwa setiap penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan data pelanggan mereka.
Meski demikian, ada pihak-pihak yang bisa meminta informasi lalu lintas komunikasi ini, misalnya Polri, Kejaksaan Agung, KPK, sebagaimana diatur UU.
Sumber : suaramerdeka
Pada zaman dulu, di medan pertempuran, media komunikasi yang harus mendapat pengamanan ekstra adalah radio komunikasi.
Pasalnya cara kerja radio komunikasi pada saat peperangan terjadi masih menggunakan frekuensi radio, yang terbuka untuk umum sehingga sangat berisiko disadap musuh. Hal ini disebabkan oleh gelombang suara yang bisa ’’meluber” ke mana-mana.
Lalu apakah telepon kabel/ tetap (fixed line) lebih aman, dalam arti antisadap? Ternyata tidak sebab penyadapan tetap dapat dilakukan, bahkan caranya relatif lebih mudah. Kita tinggal melakukan tapping atau melekatkan kabel guna menangkap sinyal suara yang dirambatkan pada kabel.
Terkait dengan kasus rekaman pembicaraannya Anggodo, perkembangan teknologi saat ini memang memungkinkan melakukan penyadapan telepon sebagai alat bukti dalam persidangan.
Di Indonesia, hal itu sudah diatur dalam UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang diundangkan pada 11 April tahun lalu.
Semua bukti elektronik yang dipakai sebagai alat bukti ini harus memenuhi syarat-syarat dalam undang-undang. Seperti, cara memperolehnya, status hukumnya, dan siapa yang melakukan (penyadapan), harus jelas asal-usulnya.
Mengenai teknologi alat sadap itu, secara ilmiah disebut cellular digital interceptor (CDI). Melalui ponsel yang memungkinkan mobilitas tinggi, teknologi penyadapan pun merambah ke dunia peranti mobile, yaitu dengan memanfaatkan rambatan sinyal ponsel di udara.
Sistem intersepsi digital pada ponsel ini ditemukan dan telah dipatenkan pada 1 Januari 2002 oleh Peter Suprunov di Amerika Serikat (AS).
Teknologi yang digunakan KPK dalam melakukan aksi sadap terbilang canggih. Lembaga itu lewat daftar isian proyek tahun 2005 membeli alat sadap jenis portabel A (laptop dan receiver) seharga Rp 1,512 miliar, jenis B Rp 5,25 miliar, dan jenis C Rp 4 miliar. Kemudian satu unit LID monitoring centre (LID MC) seharga Rp 17,31 miliar.
Alat penyadap tersebut dinamakan audio telecommunication international systems (ATIS) Gueher, buatan Jerman, ditambah beberapa kelengkapannya. KPK juga memiliki peralatan firing buatan AS dan macro system buatan Polandia.
ATIS merupakan generasi terbaru dari instant recall recorders (IRC) yang dapat dikoneksikan ke dalam audio source berupa telepon tetap atau ponsel GSM/ AMPS/ CDMA.
Alat itu mampu merekam dan menyadap seluruh komunikasi suara dengan kapasitas aktif lebih dari 680 menit dan 1.000 panggilan yang berbeda.
Kompresi algoritma (rancangan program komputer) yang ada di dalam ATIS telah memperbesar kapasitas penyimpanan dan kualitas suara yang cukup jernih.
Dengan menggunakan koneksi telepon, ATIS dapat mengidentifikasi penelepon, waktu percapakan terjadi dan nomor penelepon melalui RS 232 link built-in.
Seseorang bisa saja gonta-ganti nomor ponsel, tetapi jika dia masih menggunakan ponsel yang sama, tetap saja bisa tersadap karena international mobile equipment identity (IMEI)-nya sudah terekam oleh sistem.
Alat ini memang canggih. Begitu nomor disadap, dia langsung merekam mesin ponselnya, termasuk posisi geografisnya pun bisa dilacak.
Jika posisinya telah terlacak, petugas lain akan mendatangi lokasi target sambil membawa unit yang lebih portabel. Penyadapan tentu tidak bisa berlaku surut. Pembicaraan-pembicaraan sebelum seseorang disadap tidak bisa dideteksi.
Jadi, saat ini sadap-menyadap ponsel bukanlah teknologi yang sama sekali baru.
Asalkan punya uang, orang bisa membeli secara bebas alatnya, yang banyak ditawarkan di internet atau di pertokoan Glodok dan Roxy Jakarta.
Sebuah situs web iklan di internet, menawarkan alat sadap bernama Reuven-GSMSL, yang disebutkan bisa menyadap telepon, faksimile, panggilan data untuk rumah, kantor, atau instansi.
Selain itu mampu merekam dan mentransfer hasil rekaman secara real-time melalui jaringan GSM kepada nomor lain, baik itu ponsel ataupusat monitoring. Alat itu mudah dioperasikan dan dapat di-setting jarak jauh dengan men-dial nomor GSM yang telah dimasukkan ke dalam perangkat tersebut.
Jika kita tidak bisa membeli apat penyadap, apakah kita bisa meminta data pembicaraan melalui operator ponsel? Jawabnya: tidak bisa.
Soalnya berdasarkan UU Telekomunikasi No 36 Tahun 1999 disebutkan bahwa setiap penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan data pelanggan mereka.
Meski demikian, ada pihak-pihak yang bisa meminta informasi lalu lintas komunikasi ini, misalnya Polri, Kejaksaan Agung, KPK, sebagaimana diatur UU.
Sumber : suaramerdeka
0 Response to "Berganti Nomer, Ponsel Tetap Bisa Dilacak"
Post a Comment